~ Ketakutan terbesar saya adalah ketika lagu hanya menjadi produk instan-tanpa makna, tanpa roh. ~

Opini, ZONABMR.COM – Sebagai penulis lagu dari daerah, saya tumbuh di tengah keterbatasan.
Tidak ada studio kedap suara, tidak ada produser profesional, bahkan listrik pun kadang-kadang padam di tengah malam.
Tapi justru dalam kesunyian seperti itu, saya mengenal makna sesungguhnya dari menulis lagu.
Bayangkan sebuah kamar kecil dengan dinding beton, kipas angin berdengung pelan, dan gitar tua bersandar di sudut ruangan.
Di atas lantai, ada buku catatan yang penuh coretan—lirik-lirik yang tak selesai, dikoreksi, dihapus, ditulis ulang.
Ya, yang saya punya hanya gitar tua, secarik kertas, dan hati yang penuh cerita.
Menulis lagu bagi saya adalah ritual. Duduk berjam-jam hanya untuk mencari satu kata yang pas.
Menghapus dan menulis ulang, sampai akhirnya melodi itu menyatu dengan lirik secara alami.
Saya duduk bersila, menatap jendela, menunggu satu kata yang tepat muncul dari pikiran yang lelah tapi tetap bergairah.
Sering kali malam terasa panjang, tapi ketika satu bait berhasil ditulis, rasanya seperti kemenangan kecil yang tak bisa dijelaskan dengan logika.
Ada rasa frustasi, tapi juga ada kebahagiaan luar biasa ketika lagu itu selesai.
Sebagai penulis lagu dari daerah, saya tumbuh di lingkungan yang menghargai proses.
Tidak ada studio mewah, tidak ada tim produksi besar, dan tentu saja tidak ada teknologi canggih seperti kecerdasan buatan.
Momen ketika saya memainkan lagu itu pertama kali di depan teman-teman, dan mereka terdiam karena ikut merasakan yang saya rasakan—itu tak bisa dibeli oleh teknologi mana pun.
Maka ketika sekarang saya melihat AI bisa menulis lagu dan lirik dalam hitungan detik, muncul rasa tak nyaman.
Saya mencobanya-dan benar, hasilnya cukup mengesankan.
Struktur rapi, rima pas, nada catchy. Tapi ada sesuatu yang hilang. Lagu itu tidak punya luka. Tidak punya bahagia. Tidak punya peluh. Tidak punya napas.
Bukan iri-saya tahu teknologi pasti berkembang. Tapi ada keresahan yang sulit diabaikan: apakah lagu yang dibuat tanpa proses batin itu masih bisa disebut karya?
Saya khawatir, ketika anak-anak muda mulai memercayakan semua proses kreatif pada AI, mereka akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh melalui penggubahan-saya tidak menggunakan kata penciptaan, karena meyakini penciptaan adalah hak mutlak Yang Maha Kuasa.
Tidak lagi mengalami proses mencari, gagal, merenung, menangis, lalu bangkit kembali.
Tidak lagi merasakan detak jantung meningkat pesat,was-was, badan auto panas dingin penuh kekhawatiran bagaimana tanggapan pendengar saat memainkan lagu yang ditulis sendiri untuk pertama kalinya di depan mereka.
Ketakutan terbesar saya adalah ketika lagu hanya menjadi produk instan-tanpa makna, tanpa roh.
Dibawakan di atas panggung dengan teknik sempurna, tapi kosong. Lagu yang tercipta dari algoritma akan selalu terdengar bersih, tapi tidak akan pernah bisa membuat dada kita sesak oleh rindu, marah, atau haru.
Saya tidak menolak teknologi. AI bisa menjadi alat bantu luar biasa-membantu menyusun ide, mempercepat proses, bahkan membuka inspirasi baru.
Tapi ia tak boleh menggantikan rasa. Karena pada akhirnya, lagu adalah tentang manusia. Tentang pengalaman. Tentang keberanian untuk membuka luka dan menuangkannya dalam nada.
Di kamar sederhana saya, dengan gitar yang nadanya sudah tak lagi sempurna, saya masih menulis. Mungkin lebih lambat, mungkin tak viral.
Tapi setiap lagu yang saya tulis, lahir dari perasaan yang jujur. Dan saya percaya, selama ada jiwa dalam lagu, akan selalu ada yang mendengarkan.
Karenanya saya mengajak untuk setiap penulis lagu utamanya yang berasal dari daerah, untuk tetap mempertahankan orisinalitas.
Selami sensasi perasaan suka-duka, bahagia, kecewa dan kebanggaan saat penonton ikut menyanyikan lagu yang ditulis dengan jiwa saat dibawakan di hadapan mereka.***

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Zonabmr. Aktif di pergerakan musik lokal daerah, frontman dan penulis lagu di band Krayon INS. Pernah menjadi penyiar di stasiun radio lokal DC FM; saat ini menjabat sebagai Ketua DPC organisasi pers Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Kabupaten Bolmong




