
Mahkamah Agung RI dengan tegas menyatakan bahwa akses bantuan hukum harus diberikan seluas-luasnya kepada masyarakat yang tidak mampu untuk mencari keadilan di pengadilan. Hal ini sesuai dengan beberapa undang-undang yang mengatur hak setiap orang untuk memperoleh bantuan hukum. Misalnya, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 56 dan 67), Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum (Pasal 68 B dan 68 C), dan Undang-Undang lainnya.
Bahwa ketentuan-ketentuan itu juga yang mendasari diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di pengadilan. Dalam peraturan tersebut diatur mengenai pendirian dan penyelenggaraan Pos Bantuan hukum (Posbakum) Pengadilan pada setiap pengadilan tingkat pertama di bawah Mahkamah Agung RI.
Adapun pelaksana atau pemberi layanan pada Posbakum adalah oraganisasi bantuan hukum yang satu di dalamnya wajib seorang Advokat. Sebagaimana hal itu merupakan syarat suatu organisasi bantuan hukum bisa bekerja sama dengan Pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 27 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014.
Advokat yang bekerja sama dengan Pengadilan dalam penyelenggaraan Posbakum disebut petugas Posbakum. Adapun terdapat 3 (tiga) jenis layanan di Posbakum sebagaimana diatur dalam pasal 25 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014, masing-masing yaitu:
1. Pemberian informasi, konsultasi, atau advis hukum
Layanan yang diberikan oleh pengadilan berupa informasi maksudnya disini apabila pihak pencari keadilan ingin mengetahui mengenai tata cara berperkara di Pengadilan Negeri, petugas Posbakum dapat menjelaskan secara detail sehingga pemohon memahaminya.
Pemberian advis merupakan pemberian nasihat hukum dari petugas posbakum terhadap pemohon layanan. Pelayanan hukum berikut yang dapat diberikan yaitu pemberian konsultasi, hal mana petugas posbakum memberikan konsultasi hukum terhadap para pihak agar dapat mengetahui duduk perkaranya. Dalam konteks perkara pidana, layanan ini dapat diberikan terhadap semua proses hukum di pengadilan baik sebelum hingga pemeriksaan sidang, bahkan pasca putusan seperti infomrasi soal remisi di Rutan, hingga soal cuti bersyarat/bebas bersyarat dan segala ketentuan yang mengaturnya, termasuk terhadap upaya hukum atas putusan baik banding, kasasi hingga peninjauan kembali. Dalam konteks perkara pidana saja sudah begitu luas cakupan layanan ini.
Luasnya cakupan layanan ini membutuhkan kemampuan advokat yang mumpuni, karena bila terjadi kekeliruan memberikan advis, bukan hanya berdampak pada penilaian kualitas advokat pemberi layanan namun dapat berdampak pada citra pengadilan itu sendiri.
2. Bantuan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan
Untuk layanan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan seperti pembuatan surat gugatan, pledoi, permohonan penangguhan penahanan, serta dokumen lainnya yang berhubungan hingga dokumen upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali, dapat dibantu oleh petugas posbakum. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak yang kurang memahami dan awam bila disangkutkan pada bahasa hukum yang formal.
Meski demikian layanan ini pada prinsipnya mengandung dilema tersendiri, salah satunya karena layanan pembuatan dokumen sepatutnya didasari atau dibarengi pendampingan secara langsung. Misalnya permohonan bantuan pembuatan nota pembelaan atau Pledoi dari Terdakwa, tentu penyusunannya tidak mudah bagi advokat yang tidak mengikuti persidangan yang dengan sendirinya tidak mengetahui fakta persidangan. Pada akhirnya nota pembelaan disusun hanya berdasarkan cerita terdakwa dan kadang kala menyesuaikan dengan fakta yang disusun Penuntut Umum dalam surat tuntutannya.
3. Penyediaan informasi daftar Organisasi Bantuan Hukum atau advokat lainnya yang dapat memberikan bantuan hukum cuma-cuma
Jenis layanan ini adalah pemberian informasi daftar Organisasi Bantuan Hukum atau advokatprobono kepada penerima bantuan hukum. Informasi ini dapat diberikan bila pihak penerima layanan posbakum menginginkan adanya pendampingan dari advokat atau pengacara. Dalam pemberian daftar iadvokat tersebut, petugas Posbakum dilarang untuk menyarangkan menggunakan advokat tertentu. Ketentuan ini sekaligus menunjukan petugas/advokat piket posbakum memang tidak diperuntukan menjadi pendamping pihak yang berperkara di pengadilan.
Dari 3 jenis layanan yang dapat diberikan Posbakum sebagaimana dimaksud pasal 25 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014, jelas adanya batasan wewenang layanan hukum advokat sebagai petugas Posbakum. Sedangkan dalam praktiknya, tugas dari advokat Posbakum khususnya terkait pendampingan perkara pidana memiliki kompleksitas dan dinamika tersendiri, yang akan saya uraikan dalam dua poin berikut:
a) Penerima Layanan Posbakum Tidak Hanya Terhadap Warga Miskin
Mengenai siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai penerima layanan posbakum pengadilan, telah diatur dalam pasal 22 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, yang menyebutkan:
1) Setiap orang atau kelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dan/atau tidak memiliki akses pada informasi dan konsultasi hukum yang memerlukan layanan berupa pemberian informasi, konsultasi, advis hukum atau bantuan pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan, dapat menerima layanan pada Posbakum Pengadilan.
2) Tidak mampu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuktikan dengan melampirkan:
1. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Wilayah setingkat yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau
2. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Katur Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin dalam basis data terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak mmapu, atau
3. Surat Pernyataan Tidak Mampu Membayar Jasa Advokat yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon layanan Posbakum Pengadilan dan disetujui oleh Petugas Posbakum Pengadilan, apabila Pemohon layanan Posbakum Pengadilan tidak memilikidokumen sebagaimana disebut dalam huruf a atau b.
4. Orang atau sekelompok orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pihak yang akan/telah bertindak sebagai:
1. penggugat/pemohon, atau
2. tergugat/termohon, atau
3. terdakwa, atau
4. Saksi
Ketentuan ayat (1) tersebut menunjukan Posbakum melayani bukan hanya warga tidak mampu, tetapi juga siapa saja yang tidak memiliki akses pada informasi hukum. Hal ini mencakup orang yang mungkin secara ekonomi cukup mampu, tetapi tidak memiliki pemahaman tentang hukum. Artinya Posbakum bahkan dapat melayani orang yang berkecukupan secara ekonomi/finansial, bisa saja seorang pejabat pemerintahan, pebisnis/pengusaha dan mereka yang dari tampilan dan kendaraan yang digunakan dapat dipastikan bukan warga tidak mampu, namun dengan alasan ketidaktahuan informasi hukum maka mereka sudah termasuk subjek yang dapat dilayani Posbakum.
Luasnya cakupan subjek penerima layanan Posbakum ini awalnya menjadi dilema tersendiri bagi advokat Posbakum terhadap kalangan advokat di luar Posbakum, karena harusnya bagi mereka yang mampu semestinya dapat menggunakan jasa pengacara, dan tidak bisa digratiskan oleh posbakum.
Belum lagi dalam praktiknya, untuk perkara pidana, orang yang datang ke posbakum tidak terbatas mereka yang disebut dalam pasal 22 ayat (3) huruf c dan d Perma Nomor 1 Tahun 2014. Dimana orang yang tersangkut perkara yang bahkan belum berproses di kepolisian pun datang meminta konsultasi dan advis ke Posbakum. Artinya tak jarang mereka yang datang meminta layanan posbakum adalah mereka yang memiliki persoalan menyangkut peristiwa pidana, namun belum berproses hukum atau dengan kata lain bahkan belum dilaporkan atau belum sebagai terlapor. Padahal dalam konteks perkara pidana, di Posbakum sudah terpampang syarat layanan diberikan kepada mereka yang akan/telah bertindak sebagai terdakwa, atau saksi.
Meski demikian dalam praktiknya siapa saja yang datang ke Posbakum tetap dilayani oleh advokat yang piket Posbakum hari itu, umumnya diberikan layanan konsultasi atau advis hukum. Pun di sisi lain, ada dilema bagi Advokat Posbakum untuk menolak layanan, mengingat Posbakum juga merupakan satu kesatuan dari layanan pengadilan, sehingga bila ada aduan atas pelayanan Posbakum maka citra pengadilan itu sendiri akan terdampak. Dalam dalam setiap pemeriksaan rutin Hakim Pengawas Posbakum, salah satu poin yang dipertanyakan adalah jumlah layanan.
Dari keadaan-keadaan tersebut dapat terlihat bahwa luasnya kriteria pihak yang dapat menerima layanan Posbakum menjadi penunjang dalam upaya peningkatan jumlah layanan Posbakum, namun di sisi lain menjadi hambatan dan dan dilema tersendri bagi Advokat selaku petugas Posbakum terhadap Advokat lain di luar Posbakum, terlebih anggaran Posbakum tidak sebanding dengan beban layanan yang dilakukan.
b) Advokat Posbakum Rangkap Mendampingi Terdakwa di Persidangan
Sebagaimana dipahami bahwa Advokat sebagai Petugas Posbakum dibatasi pelayanannya dalam lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal pasal 22 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, yang pokoknya yaitu layanan pemberian informasi, konsultasi dan advis hukum, pemberian layanan pembuatan dokumen, serta pemberian daftar organisasi bantuan hukum/advokat probono.
Dari ketentuan tersebut, sangat jelas Advokat pada Posbakum tidak diperuntukan memberikan layanan litigasi berupa mewakili penerima bantuan hukum di dalam persidangan, namun penempatannya adalah di ruang Posbakum sesuai jadwal yang ditetapkan Ketua Pengadilan untuk memberikan layanan.
Namun dalam praktiknya, khususnya pada perkara pidana, advokat Posbakum bahkan yang paling mendominasi pendampingan terdakwa secara cuma-cuma di persidangan. Dari hasil wawancara dengan advokat Posbakum Pengadilan Negeri Kotamobagu yakni Zulkifli Linggotu, S.H., diterangkan bahwa pendampingan yang dilakukan Advokat Posbakum bukan suatu kesengajaan menyimpangi batas layanan Posbakum, namun dilakukan berdasarkan adanya penetapan penunjukan oleh Ketua Majelis Hakim pemeriksa pekara. Apalagi dalam penunjukan kedudukan advokat yang ditunjuk bukan sebagai advokat posbakum melainkan advokat pada organisasi/lembaga bantuan hukum.
Adapun di ruang Posbakum terdapat staf admin berstatus mahasiswa/sarjana hukum yang sudah berkualifikasi sebagai pemberi bantuan hukum Posbakum yang sejauh ini dapat mampu memberikan layanan dengan tetap dilakukan pemantauan, pengawasan dan otoriasasi dari Advokat pada setiap layanan yang diberikan.
Secara prinsip, bantuan hukum oleh Advokat dapat diberikan atas dasar permintaan terdakwa yang diberikan secara cuma-cuma atau dikenal dengan istilah pro bono. Pasal 22 Undang-Undang Advokat telah menugaskan kepada profesi Advokat atau dalam hal ini disebut Penasihat Hukum untuk menyediakan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga menugaskan kepada lembaga bantuan hukum untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi masyarakat miskin atau rentan yang memerlukannya dengan biaya yang dibebankan kepada Negara.
Selain itu, bantuan hukum oleh advokat juga menjadi suatu kewajiban melalui penunjukan setiap pejabat pada semua tingkatan pemeriksaan sebagaimana telah diatur dan diperintahkan dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”.
Dalam tahapan peradilan pidana di sidang pengadilan tingkat pertama, maka kewajiban menunjuk seorang penasihat hukum atau advokat bagi terdakwa yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat (1) KUHAP, merupakan tanggungjawab Hakim/Majelis pemeriksa perkara.
Untuk bantuan hukum oleh advokat yang dilakukan atas adanya penunjukan hakim, didasarkan karena terdakwa di awal persidangan mengaku di hadapan hakim ketua bahwa dirinya tidak memiliki penasihat hukum sendiri. Sedangkan pidana yang disangkakan mengharuskannya mendapatkan pendampingan dari penasihat hukum sebagaimana dimaksud pasal 56 ayat (1) KUHAP, yaitu: terdakwa didakwa dengan acanaman pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih; atau bila terdakwa tergolong tidak mampu/miskin yang diancam dengan pindana lima tahun atau lebih.
Hakim pemeriksa sidang terhadap terdakwa yang kualifikasi kasusnya wajib diberikan penasihat hukum tersebut, kemudian akan menunjuk seorang advokat yang umumnya merupakan advokat pada organisasi bantuan hukum atau advokat perseorangan yang bekerja sama dengan pengadilan dalam penyelenggaraan Posbakum Pengadilan. Adapun alasan hakim memilih menunjuk advokat yang berada pada Posbakum, karena faktor kesediaan advokat pada Posbakum yang berada di lingkungan pengadilan setempat, dan didasarkan pula pengamatan dan penilaian hakim atas sepak terjang (track record) advokat tersebut dalam memberikan bantuan hukum secara secara pro bono.
Meski demikian sepatutnya dapat ditunjuk advokat lain yang tersedia selain yang ada pada Posbakum, karena secara hukum tugas pokok advokat yang berada di posbakum adalah melakukan piket layanan bantuan hukum di ruang Posbakum sesuai jadwal. Namun kenyataanya, hal itu tidak mudah karena kurangnya advokat lain yang siap atau mampu menyesuaikan dengan situasi dan keadaan, dimana advokat yang ditunjuk majelis hakim untuk mendampingi terdakwa, bisa seharian menunggu dan antri dekat atau dalam ruang sidang. Apalagi sudah merupakan pengetahuan umum bahwa jam sidang pidana di peradilan umum tidak ada yang pasti bisa jadi sidang pagi, bisa siang, sore bahkan malam hari, karena ditentukan berdasarkan antrian sidang dan kesiapan majelis hakim pemeriksa perkara. Sedangkan Advokat yang menjalankan probono bisa jadi bersamaan menjalankan perkara lainnya bisa perdata bahkan sidang di pengadilan lain. Belum lagi bila ada urusan rumah tangga dan sebagainya.
Tak hanya itu, kendala lain yakni sarana pemberitahuan mulainya sidang seperti pengeras suara yang tidak begitu jelas dan tidak menjangkau seluruh areal pengadilan, sehingga mengharuskan advokat yang ditunjuk untuk mendampingi terdakwa harus berada dekat ruang pengadilan seharian dalam waktu yang tidak pasti. Keadaan ini menjadi beban tersendiri sehingga tidak semua advokat siap dan sukarela mendampingi perkara pidana berdasarkan penunjukan hakim.
Melihat dinamika advokat Posbakum di atas, dapat diketahui bahwasanya pemberian bantuan hukum terhadap terdakwa oleh advokat Posbakum yang dilakukan berdasarkan penunjukan hakim, tidak bisa dilepaskan dari situasi dan kondisi pengadilan dan kesiapan serta kesediaan advokat posbakum itu sendiri. Adapun pendampingan itu secara formal dilakukan bukan atas nama advokat posbakum melainkan advokat pada lembaga/organisasi bantuan hukum, sedangkan layanan Posbakum tetap berjalan dengan adanya staf admin Posbakum berkualifikasi mahasiswa/sarjana hukum sesuai pasal 27 ayat (7) Peraturan MahkamahAgung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014.
*)Eldy Satria Noerdin, Praktisi Hukum dan Dosen Universitas Dumoga Kotamobagu
Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Zonabmr.com