Ironi Musisi Daerah: Dihargai di Luar, Diabaikan di Rumah Sendiri

170

~ Mereka berkarya, bukan karena ingin dikenal, tapi karena ingin didengar. ~

Ironi Musisi Daerah: Dihargai di Luar, Diabaikan di Rumah Sendiri
Ironi Musisi Daerah: Dihargai di Luar, Diabaikan di Rumah Sendiri

Opini, ZONABMR.COM – Lembaran kertas penuh tulisan dan coretan, lantunan alat musik dan senandung dari bibir yang coba menyesuaikan harmoni sembari berusaha keras mencari nada yang sekiranya pantas; sesekali berhenti untuk menyesap asupan air hitam pekat. Belum lagi waktu yang entah butuh berapa banyak – sebuah proses yang sering diabaikan banyak orang – mengiringi karya itu lahir.

Senyap menyelimuti para pemilik suara. Musisi daerah. Mereka yang mengukir nada dari bilik sempit dan menulis lirik dari luka yang tak dilihat siapa-siapa. Mereka yang berkarya, bukan karena ingin dikenal, tapi karena ingin didengar.

Namun sayang, mereka lebih sering disambut tepuk tangan di tempat asing, daripada di tempat yang mereka sebut rumah.

Ironi itu terus berulang: yang dekat dianggap biasa, yang jauh dielu-elukan. Padahal, karya-karya mereka tak kalah merdu, tak kurang tulus, tak sedikit pun kehilangan nyawa.

Lucunya, dunia hari ini lebih cepat jatuh cinta pada suara yang menyanyikan ulang lagu orang lain. Musisi cover dengan pencahayaan pas dan estetika kekinian dihujani pujian dan dibanjiri tayangan.

Sedang musisi yang menulis dari nol – dengan getar jari dan degup hati – harus menunggu waktu lebih lama, atau bahkan tak pernah cukup dianggap.

Mereka tidak punya lagu yang sudah viral untuk dijadikan umpan. Mereka hanya punya kejujuran yang kadang terlalu asing untuk didengar.

Tidak, saya tidak pernah bermasalah dengan musisi cover, – saya pernah juga menjadi bagian dari itu demi sedikit pundi-pundi cuan untuk bertahan hidup di perantauan – dan saya memiliki hubungan yang cukup baik dengan mereka.

Ini bukan soal siapa yang lebih layak, tapi soal siapa yang berani menciptakan dari ruang sunyi. Mereka yang melahirkan karya dari ketiadaan seharusnya jadi pondasi ekosistem musik yang sehat.

Namun apa daya, perhatian kita kadang terlampau silau oleh nama-nama besar, hingga lupa bahwa bintang pun pernah redup di tanahnya sendiri.

Dan lebih menyakitkan lagi—dukungan yang paling dibutuhkan, justru tak datang dari yang paling dekat. Keluarga yang diam, teman yang pura-pura lupa, tetangga yang hanya mengintip dari balik layar.

Mereka tahu lagunya enak, mereka tahu karyanya niat, tapi untuk membagikan? Untuk datang saat tampil? Untuk memberi semangat sederhana? Tak banyak yang tergerak.

Terlebih di kota kecil ini, mereka yang punya kemampuan lebih untuk turut mempromosikan, nyatanya tak bisa diharapkan.

Mereka yang mengaku pernah menjadi bagian dari pergerakan musik lokal, nyatanya mungkin hanya dijadikan batu loncatan untuk meraup simpati.

Atau mungkin faktor gengsikah? Faktor merasa harusnya mereka lebih besar, lebih hebat, lebih berkemampuan? Atau mungkin ada faktor lain? Entahlah.

Musisi daerah tak butuh karpet merah. Mereka hanya ingin didengar sebelum terlambat. Mereka hanya ingin diyakini, sebelum dunia melakukannya lebih dulu.

Jangan sampai ketika mereka berdiri di panggung besar, kita baru sibuk mengklaim, “Itu orang sini,” padahal dulu kita sendiri yang tak pernah hadir di barisan penontonnya.

Saatnya kita di BMR ubah cara pandang. Mulailah dengarkan yang belum populer. Sebarkan karya yang lahir dari tanah para Bogani ini. Hargai musisi yang menulis, bukan hanya yang mengulang.

Karena di balik setiap lagu yang belum viral, ada jiwa yang menanti pengakuan. Dan barangkali, lewat dukungan kecil kita, sebuah karya besar sedang tumbuh.

Bila bukan kita yang lebih dulu percaya, maka kita pun tak pantas ikut bangga saat dunia menyambutnya. ***

Berkarya di Tengah Badai: Belajar dari Eyang Titiek Puspa
Udi Masloman

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Zonabmr. Aktif di pergerakan musik lokal daerah, frontman dan penulis lagu di band Krayon INS. Pernah menjadi penyiar di stasiun radio lokal DC FM; saat ini menjabat sebagai Ketua DPC organisasi  pers Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Kabupaten Bolmong

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here