ANGGARAN Kementerian Sosial pada rehabilitasi sosial (Rehabsos) korban penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif (Napza) di Indonesia tidak cukup. Sedangkan data BNN angka prevalensi sudah tembus 5,8 juta orang. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa usai meresmikan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Kalooran, di Desa Tampusu, Kecamatan Remboken, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Jumat (03/02).
Kondisi tersebut, menurut Khofifah sangat penting partisipasi private sektor. Oleh karenanya, Kementerian Sosial melakukan kemitraan dengan seluruh IPWL, baik secara kelembagaan dan perorangan. Kendati demikian, IPWL tersebut harus sudah terakreditasi. “Dari 160 IPWL, milik Kemensos hanya 7 IPWL. Sisanya milik Unit Pelayanan Teknis Daerah dan sebagian besar milik elemen masyarakat,” ujar Khofifah.
Khofifah mengungkapkan, format rehabsos secara internal IPWL mampu menampung 100 orang residen (eks pecandu,Red). Hanya saja, ditambahkan Khofifah IPWL berfungsi juga untuk melakukan penjangkauan ke luar. Dan jumlahnya bisa lebih besar dari jumlah prevalensi yang di dalam.
“Misalnya ada korban penyalahguna Napza. Dia seorang mahasiswa atau pekerja. Maka sebaiknya rehabsos lebih tepat dengan penjangkauan, tidak tinggal di panti,” jelas Khofifah.
Meski demikian, lanjut Khofifah penerima manfaat harus setiap hari konsisten datang ke panti. Tujuannya untuk membangun komitmen mereka dalam proses rehabsos. Format ini, ditegaskan Khofifah tengah dikembangkan terus menerus. Karena, korban Napza sudah menyentuh semua profesi.
“Bahaya narkotika sudah tidak pandang usia, dari dewasa hingga balita. Sudah banyak yang tergiur dibuatnya,” ucapnya.
Lebih jauh Khofifah mengungkapkan, tengah merampungkan standar nasional pengelolaan IPWL. Menurutnya, standar nasional tersebut wajib diterapkan khususnya bagi IPWL yang memberikan layanan rehabsos. “Kita tengah siapkan finalisasi standar nasional untuk IPWL rehabsos untuk korban penyalahgunaan Napza,” katanya.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Marjuki menambahkan, pada format rehabsos peran IPWL sangat strategis, salah satu mewujudkan pemenuhan hak dasar para korban penyalahgunaan narkoba. Sehingga, penerima manfaat bisa melaksanakan fungsi sosial dengan wajar.
“Tidak cukup dengan menambah jumlah IPWL, tapi juga meningkatkan kualitas kelembagaan, Sumber Daya Manusia (SDM), serta pelayanan dari IPWL,” ujarnya.
Penguatan kelembagaan IPWL, menurut Marjuki salah satunya mendorong setiap IPWL melaksanakan pelayanan sesuai standar nasional. Hanya saat ini standar tersebut dalam tahap proses penyempurnaan oleh Direktorat RSKPN, Kementerian Sosial. “Akhir Februari standar nasional pengelolaan IPWL kita undangkan. Salah satu standar nasional penanganan penyalahguna Napza untuk Peksos, konselor adiksi 1:9,” bebernya.
Sedangkan untuk peningkatan kualitas SDM, kata Marjuki, dilakukan melalui pelatihan-pelatihan dan studi banding. Dari jumlah konselor adiksi dan peksos yang ada, menurutnya belum akan ditambah. Hanya saja, tenaga pendamping korban penyalahguna Napza tersebut akan ditingkatkan kompetensinya. “Untuk pelatihan kami berikan bimtek yang tersertifikasi,” imbuhnya.(kb/ldy)