
ZONA KOTAMOBAGU – Sertifikat hak kepemilikan tanah melalui Program Nasional (Prona) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2017 telah diterbitkan dan mulai didistribusikan kepada masyarakat melalui desa dan kelurahan masing-masing. Penyerahan sertifikat sebagai kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah dan bangunan itu dilakukan secara gratis.
Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem), Anas Tungkagi, menegaskan tidak biaya lain yang dikenakan dalam proses serah-terima sertifikat tersebut, kecuali Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Katanya, Pemerintah Kota (Pemkot) telah meng-cover semua anggaran mulai dari pengukuran hingga biaya materai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2017.
“Tidak ada biaya yang dibebankan ke masyarakat, kecuali BPHTB karena itu tidak teranggarkan di APBD karena saat program ini berjalan belum diketahui berapa banyak tanah milik warga yang kena BPHTB dan berapa anggarannya,” kata Anas.
Ia mengungkapkan, dari 6.000-an sertifikat tanah yang diterbitkan lewat Prona PTSL Tahun 2017, hanya sekira 200-an saja yang dikenakan BPHTB dengan jumlah yang berbeda-beda. “Tidak semua sama, karena disesuaikan dengan luas tanah masing-masing,” ungkapnya.
Sangadi (kepala desa, red) Moyag Todulan, Sartono Makalalag, mengakui pihaknya bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah mulai mendistribusikan sertifikat warga yang diurus lewat Prona PTSL. “Di sini ada 200 lebih, tapi belum semuanya diserahkan. Masih ada 19 warga yang belum menerima sertifikat karena belum menyelesaikan BPHTB,” katanya.
Lanjutnya, penetapan BPHTB dirumuskan oleh pihak BPN. Biaya yang dikenakkan ke setiap warga katanya berbeda-beda karena disesuaikan dengan luas lahan masing-masing. “Tidak semua kena BPHTB, hanya tanah bangunan yang nilainya di atas 60 juta itu yang kena (BPHTB), kalau di bawah itu tidak. Kemudian nilainya juga bervariasi, ada yang hanya 900 ribu, ada yang satu juga, ada juga yang 10 juta. Kalau besar nilainya, berarti besar juga lahannya,” ujarnya.
Ditambahkannya, penyetoran BPHTB tersebut langsung ke bank karena akan dicatat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Penyetorannya bukan ke desa atau ke BPN, tapi ke bank,” tambahnya. (ads/gito)